BAB
I
PENDAHULUA N
A. Latar Belakang
Sekolah sebagai
sebuah organisasi pastilah di dalamnya terdapat berbagai macam bentuk kerjasama khususnya yang dituangkan dalam proses
pembelajaran. Kerjasama tersebut tidak dapat dihindari dan bahkan wajib untuk dilaksanakan
demi terciptanya sebuah lingkup organisasi yang diharapkan dapat berkembang
seiring perkembangan zaman.
Carlisle (dalam
Sofyan, 2004:10) menyatakan sekolah terbentuk bukanlah karena kebetulan tapi
justru dengan sebuah kesengajaan, yakni mereka sengaja untuk menyatu walaupun
di dalamnya ada tugas yang berbeda satu sama lain dalam rangka mencapai sebuah
tujuan bersama.
Landasan
pengembangan bahan ajar dalam KBK (Kurikulum Berbasis Kompetensi) adalah upaya
untuk memandirikan peserta didik untuk belajar, bekerja sama, dan menilai diri
sendiri diutamakan agar peserta didik mampu membangun kemauan, pemahaman, dan
pengetahuannya (Depdiknas, 2004:4). Hal
ini mengisyaratkan bahwa dalam proses belajar-mengajar perlu suatu model kerja
sama antarsiswa sekelas, antarsiswa dengan siswa lain, dan antarsiswa dengan
guru untuk mendukung tercapainya tujuan pembelajaran.
Dari bentuk
interaksi atau kerjasama, siswa diharapkan mampu memasuki kehidupan yang
sebenarnya setelah lepas dari bangku SMA. Bukan untuk melahirkan sebuah
pernyataan bahwa lulusan yang memasuki dunia kerja belum memiliki kesiapan
kerja yang baik. Peserta didik diharapkan mampu menerapkan apa yang dipelajari
di sekolah guna memecahkan masalah kehidupan yang dihadapi.
Namun,
dewasa ini bentuk pengaplikasian dari model kerjasama tidak begitu dimanfatkan
sebagai media untuk melatih sikap kepemimpinan, kemandirian, kecakapan, dan
keterampilan para siswa.
Dengan
berusaha untuk mencerna bahwa kerja sama merupakan suatu proses belajar dalam
kehidupan dimana kita dituntut untuk berpikir secara kreatif serta memanfaatkan
model kerjasama yang ada. Dengan demikian pendidikan perlu dikembalikan kepada
prinsip dasarnya, yaitu sebagai upaya untuk memanusiakan manusia. Pendidikan
juga harus dapat mengembangkan potensi dasar peserta didik agar berani
menghadapi berbagai tantangan global.
Dari uraian
di atas, jelaslah bahwa amat diperlukan pendidikan yang sengaja dirancang untuk
membekali peserta didik dengan kecakapan hidup (life skill . Oleh karena itu, penulis mengangkat judul Pelaksanaan Model Kerja Sama Antarsiswa
dalam Mendukung Pembelajaran Pada SMA Negeri
1 Liliriaja.
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan
latar belakang di atas maka yang menjadi rumusan masalah yaitu, “Bagaimanakah
model kerjasama antarsiswa untuk mendukung pembelajaran pada SMA Negeri 1 Liliriaja?”
C. Tujuan Penulisan
Penulisan
karya ilmiah ini pada dasarnya untuk menguraikan model kerjasama antarsiswa
sekelas untuk mendukung pembelajaran pada SMA Negeri 1 Liliriaja.
D. Manfaat
- Bagi peserta didik, diharapkan
mampu mengaplikasikan pendidikan yang telah didapat sekolah bukan yang
hanya berupa akademik, tetapi meningkatkan
kreativitas untuk beradaptasi dengan lingkungan melalui kerjasama
antarsiswa sekelas.
- Bagi tenaga pengajar, diharapkan
dapat mancapai hasil yang optimal yaitu melalui pemahaman terhadap
karakteristik peserta didik khususnya dalam penjalinan kerjasama satu sama
lain.
- Bagi masyarakat, diharapkan dapat
lebih memahami dan sekaligus dapat membantu dalam berbagai pemecahan
masalah yang berkaitan pengembangan sekolah ke depannya. Diharapkan juga adanya pola hubungan
yang baik dalam menduduki peranan sosial masing-masing.
4.
Bagi penulis, yaitu sebagai wahana untuk memperkaya
ilmu pengetahuan, serta membiasakan diri memecahkan masalah secara ilmiah.
Melalui karya ilmiah ini, penulis dapat menjadikannya sebagai sarana untuk
melatih diri mengembangkan bakat menulis dan meneliti. Penulis merasa bangga
karena dapat membuahkan karya yang bermanfaat untuk masyarakat umum.
BAB
II
KAJIAN PUSTAKA DAN KERANGKA PIKIR
A. Pola Hubungan Kerja Sama
Pada
hakikatnya kerjasama yang terjalin di lingkungan sekolah adalah untuk menunjang
program pendidikan kecakapan hidup dengan pendekatan terhadap pendidikan
berbasis luas. Pola hubungan kerjasama di bagi dalam dua kategori, yaitu
hubungan kerjasama interen dan eksteren (Depdiknas. 2004:8)
Hubungan interen adalah hubungan kerjasama yang hanya melibatkan
unsur-unsur yang ada dalam sekolah, sedangkan hubungan eksteren adalah
hubungan kerjasama yang akan melibatkan unsur sekolah dengan unsur wali murid
serta masyarakat.
Kerja sama interen
yang berlangsung di dalam lingkup sekolah diharapkan dapat menjadi tenaga
pendobrak untuk menumbuhkan kreativitas siswa dalam berinteraksi sehingga
tujuan akhir dari proses belajar mengajar dapat mencapai hasil yang optimal.
Selanjutnya dapat menerima tantangan yang ada pada masayarakat yang kelak
berupa kerjasama eksteren.
B. Strategi dan Prosedur Kerjasama
Untuk dapat
mencapai tujuan kerjasama yang efektif sesuai dengan harapan sebagaimana
dimaksud dalam program pendidikan kecakapan hidup dengan pendekatan pendidikan
berbasisi luas, maka strategi dan presedur pelaksanaan kerjasama interen
antar unsur sekolah diberikan rambu-rambu sebagai berikut.
1.
Hubungan Kerjasama Antarsiswa
Sekelas
Untuk melakukan optimasi pencapaian
hasil belajar pada program pendidikan berbasis luas yang berorientasi pada
pengembangan kecakapan hidup, pembentukan kelompok kerja dalam proses
pembelajaran merupakan tindakan yang tidak dapat dihindari. Dimensi-dimensi
kecakapan hidup, terutama dimensi kecakapan sosial, seperti kepemimpinan,
kolaborasi, korporasi yang parameternya hanya dapat diketahui kalau ada jalinan
hubungan antarsiswa dalam kelompok kerja, maka pembentukan kelompok kerja dalam
proses pembelajaran adalah yang terbaik yang harus dilakukan oleh guru.
Ada beberapa ragam
model kelompok kerja yang dapai dibentuk oleh guru dalam proses pembelajaran, yaitu:
a)
Kelompok Kompetensi (Skill
Groups), merupakan kelompok kerja yang dibentuk berdasarkan keperluan untuk
melaksanakan tugas tertentu dalam jangka waktu yang pendek. Jumlah siswa yang
terlibat tidak terlalu banyak, dua atau tiga siswa per kelompok dan keanggotaanya sebaiknya selalu diganti agar
bisa memberikan kesempatan yang seluas-luasnya bagi siswa untuk berinteraksi
dengan semua siswa dalam kelas yang sama.
b) Kelompok Minat, juga merupakan kelompok
yang sifatnya terbatas untuk waktu pendek, dan keanggotaannya spontanitas pada
saat diperlukan. Pembentukan kelompok ini semata-mata untuk menyelesaikan tugas
jangka pendek yang pengerjaanya memerlukan konsentrasi atas dasar minat yang
tinggi dari anggotanya. Keberhasilan kelompok sangat tergantung dari komitmen
dan kemauan kerja sama yang tinggi. Dan kemungkinan tugas kelompok dikerjakan
di luar jam sekolah dimana pengawasan guru sangat minimal.
c) Kelompok Tugas, merupakan kelompok kerja
kecil yang harus mengerjakan tugas-tugas tertentu dalam waktu yang terbatas. Ini
merupakan kesempatan yang baik untuk mengembangkan kecakapan kepemimpinan.
Sebaliknya guru akan sangat mudah memantau atau melakukan pengukuran terhadap
target yang telah ditetapkan.
Dengan
adanya upaya pemberian kesempatan yang sama kepada semua siswa, maka tidak akan
ada lagi siswa yang tertinggal atau tersisihkan dari perhatian guru untuk dapat
mengembangkan potensinya masing-masing.
2. Hubungan Kerjasama Antarsiswa dalam
Sekolah.
Hubungan
kerjasama antarsiswa dalam sekolah merupakan suatu bentuk interaksi kerjasama
yang mengkaitkan keterlibatan siswa dalam lingkungan yang lebih besar, yang
nantinya dapat melatih keterlibatan siswa dalam kehidupan nyata di masyarakat.
Pembentukan kelompok kerja dalam proses pembelajaran memang dianjurkan untuk
mengembangkan kecakapan hidup, namun demikian tidak seharusnya program
pembelajaran selalu diberikan dalam bentuk penugasan kelompok kerja secara
terus menerus dan dipaksakan setiap hari akan membuat siswa menjadi jenuh dan
justru tidak akan memberikan kontribusi apapun terhadap pengembangan kecakapan
hidup.
Pola
hubungan kerjasama antar siswa dalam sekolah dapat kita jumpai pada pelaksanaan
kegiatan ekstrakurikuler, misalnya kepramukaan, palang merah remaja, kelompok
ilmiah remaja, dan sebagainya.
3.
Hubungan Kerjasama Antarsiswa
dengan Guru
Hubungan
Kerjasama Antarsiswa dengan Guru sejauh ini berlangsung secara monoton dan
dalam keterpaksaan. Siswa harus mendengarkan, mengikuti kegiatan yang dilakukan
oleh guru dan tidak ada kesempatan untuk turut mengatur program belajarnya.
Hubungan kerjasama yang ada adalah hubungan keterpaksaan tanpa demokrasi.
Sedang yang diharapkan yaitu guru lebih terbuka dan sekedar menjadi
fasilitator, pendamping, pengarah kegiatan belajar dan siswa sebagai pelaku
belajar.
Proses
kerja sama adalah interaksi sosial dimana yang akan banyak mendapat sasaran
adalah siswa dan guru tentang bagaimana cara untuk mewujudkan kegiatan untuk
mencapai tujuan bersama. Guru adalah komunikator, karena dia akan menyampaikan
rencana-rencana pembelajarannya pada siswa, mengatur dan menjelaskan bahan
ajar. Semua aktifitas guru terkait dengan komunikasi dan jalinan kerjasama.
Dalam
konteks komunikasi, kerjasama merupakan proses yang terus berkembang karena
bukan suatu pekerjaan yang terisolasi, akan terus berubah mengikuti perubahan
yang dilakukan oleh manusia itu sendiri. Bahan ajar yang akan disampaikan,
inturksi, tugas dan rencana kegiatan lainnya yang diatur oleh guru. Dan yang
menjadi sasaran adalah siswa. Interaksi yang berupa komunikasi dengan bahasa
sebagian penyampaian pesan.
Selanjutnya
diharapkan pada proses komunikasi siswa sebagai sasaran mampu mencerna pesan
yang disampaikan baik itu dengan cara kerjasama antarsiswa dalam kelas
tersebut. Yang selanjutnya dikembalikan kepada guru untuk disusun ulang menjadi
lebih sempurna. Akhirnya tercapailah suatu proses pembelajaran dimana guru juga
sudah mampu mempelajari karakter siswa dan mengklisifikasikan sesuai dengan tanda-tanda bakat.
C.
KERANGKA PIKIR
Dalam teori
yang amat tradisional, dikemukakan bahwa unsur-unsur pokok dalam komunikasi
adalah pesan, sasaran komunikasi, sumber
dan media (Hunt, 1999:62 dalam Depdiknas 2004:25). Adapun hasil dari hubungan komunikasi
diharapkan dapat tercipta hubungan kerjasama yaitu antara siswa dengan siswa
sekelas, siswa dengan siswa lain dalam lingkungan sekolah , serta siswa dengan guru.
BAB
III
METODE PENULISAN
A. Jenis Penelitian
Jenis
penelitian yang digunakan dalam menyusun karya ilmiah ini, adalah deskriptif
kualitatif yang bertujuan untuk memberikan gambaran yang lebih jelas atau untuk
menguraikan tentang keadaan populasi atau sampel yang
menjadi objek penelitian.
B. Populasi dan Sampel
Objek
penelitian ini, yaitu kelas X terdiri
atas 9 kelas atau kelompok belajar.
Dengan rincian siswa putri 161 orang dan putra 88 orang orang, jadi
jumlah populasi yang ada adalah 249 orang.
Adapun
teknik penarikan sampel yaitu Simple random sampling, yaitu teknik
penarikan sampel yang semua anggota populasi mempunyai peluang yang sama untuk
dimasukkan ke dalam sampel. (Silaen, 2004:17).
Hal ini dilakukan mengingat karakteristik populasi dianggap sama yaitu
dilihat dari umur, keadaan fisik dan
psikis. Tidak ada siswa yang cacat fisik dan mental pada SMA Negeri 1
Liliriaja. Semuanya dapat memberi informasi yang dibutuhkan dalam penelitia
ini. Penelitian ini, tidak mengukur prestasi belajar siswa melaikan hanya
membutuhkan informasi tentang pelaksanaan model kerja sama di SMA Negeri 1
Lilriaja.
Jumlah
sampel yang dijadikan objek penelitian adalah 20% dari populasi berarti 50
orang. Setiap kelas rata-rata 5 sampai 6 siswa yang menjadi responden
penelitian ini.
C. Teknik Pengumpulan Data
Teknik
dalam pengumpulan data yaitu melalui pengamatan terhadap kelas yang menjadi
objek penelitian. Pemberian kuisioner pada siswa dan wawancara dengan guru jika
ada masalah yang belum jelas. Hasil
kuisioner dianalisis berdasarkan teori kerjasama antarsiswa sesuai petunjuk pelaksanaan pembelajaran life skill.
Hasil
analisis itu, dideskripsikan dalam pembahasan karya tulis ini.
D. Waktu dan Lokasi Penelitian
Mulai dari
pegamatan hingga dengan penyusunan karya ilmiah ini yaitu berlangsung dari
tanggal 20 sampai dengan 25 April 2004. Lokasi penelitian yaitu di lingkungan
SMA N 1 Liliriaja dengan mengambil sampel dari kelas X.
Kelas X
menjadi objek penelitian karena kelas ini telah melaksanakan pembelajaran
berdasarkan Kurikulum Berbasis Kompetensi.
BAB
IV
PEMBAHASAN
A. Gambaran Model Kerjasama Antarsiswa Sekelas SMAN 1 Liliriaja
Pelaksanaan
model kerjasama anatarsiswa pada kelas X lainnya, umumnya hanya melibatkan
siswa-siswa tertentu saja dan tidak merata terhadap seluruh siswa sehingga
kadang ada kecenderungan hanya tiga, empat orang siswa saja yang bisa
aktif berkomunikasi dan bekerjasama di
dalam kelas. Sedangkan yang lainnya hanya bisa mendengarkan tanpa terjun secara
nyata.
Dalam
pengaplikasian model kerjasama pada umumnya guru memilih model diskusi. Siswa
diajari untuk menangkap pokok-pokok pelajaran atau bahan pelajaran secara
cepat, menata informasi tersebut, serta menambahkan asosiasi dan pemikiran
mereka sendiri. Namun kejenuhan sering timbul saat ada suatu kelompok yang
begitu berkuasa dan sulit untuk dikendalikan hingga menimbulkan rasa jenuh dan
acuh tak acuh dalam diri siswa bersangkutan.
Di sinilah
sangat diperlukan peran penting seorang guru dalam membagi anggota kelompok
sesuai dengan model tugas. Seperti yang telah dijelaskan dalam uraian
sebelumnya yaitu pembentukan model kelompok kerja misalnya: kelompok
kompetensi, kelompok minat dan kelompok tugas.
Setiap guru
memiliki teknik tersendiri dalam membentuk kelompok belajar, minat, dan
kelompok tugas.
1. Kelompok kompetensi (Skill Group) merupakan kelompok belajar dibentuk berdasarkan
keperluan untuk melaksanakan tugas tertentu dalam jangka pendek. Ini dilakukan
oleh guru ketika proses belajar mengajar berlangsung. Adapun pembagian yang
umumnya dilakukan oleh guru adalah:
a. Berdasarkan urutan dalam buku absensi
Jika guru
membutuhkan 10 kelompok maka pembentukan kelompok dimulai dari urutan 1 s.d. 3
sebagai kelompok I, urutan 4, s.d. 6, kelompok II, dan seterusnya.
1
|
4
|
7
|
10
|
13
|
16
|
19
|
22
|
25
|
28
|
2
|
5
|
8
|
11
|
14
|
17
|
20
|
23
|
26
|
29
|
3
|
6
|
9
|
12
|
15
|
18
|
21
|
24
|
27
|
30
|
I
|
II
|
III
|
IV
|
V
|
VI
|
VII
|
VIII
|
IX
|
X
|
b. Pola urutan ganjil dan
genap
Siswa
diurutkan berdasarkan hitungan deretan tempat duduk. Setiap nomor urut ganjil
dan genap dipisahkan masing-masing. Kemudian kelompok dibentuk berdasarkan
kebutuhan. Adakalanya guru menggunakan urutan nama dalam buku absen atau nomor
induk siswa.
c. Urutan tempat duduk
Pada
umumnya guru membentuk kelompok kecil dengan anggota masing-masing dua siswa
dari posisi tempat duduk yang berdampingan. Kekurangan dari model ini yaitu
jika jumlah siswa ganjil sehingga satu kelompok harus lebih dari dua orang.
d. Berdasarkan pilihan siswa
Siswa
dikelompokkan berdasarkan pilihan masing-masing. Biasanya guru terlebih dahulu
menetapkan siapa yang menjadi ketua kelompok. Ketua kelompok memilih anggota
berdasarkan kesepakatan yang bersangkutan.
Hasil dari
pembagian kelompok seperti di atas, di samping sebagai kelompok dalam
pembelajaran, juga dipakai dalam
menyelesaikan tugas seperti tugas pembuatan laporan pengamatan, makalah, dan
diskusi panel. Kompetensi keanggotaan kelompok yang dibentuk terdiri atas siswa
yang memiliki kemampuan dasar pengetahuan yang baik.
2. Kelompok Minat (Interest Group)
Kelompok
minat merupakan kelompok belajar yang dibuat untuk keperluan jangka pendek
misalnya adanya latihan drama, tugas karya ilmiah dan persiapan kunjungan
wisata. Teknik pembagian kelompok yang banyak dilakukan oleh guru berdasarkan
usulan siswa.
Usuluan
siswa pada umumnya berdasarkan kedekatan tempat tinggal dan kemampuan/prestasi.
Setiap kelompok harus memiliki seorang yang dianggap lebih dibanding dengan
anggota lainnya.
3. Kelompok Tugas
Kelompok
tugas merupakan kelompok kerja kecil yang harus mengerjakan tugas-tugas
tertentu dalam waktu yang terbatas. Biasanya dilaksanakan pada proses
belajar-mengajar. Model yang banyak dilakukan oleh guru adalah berdasarkan
kebutuhan si pelajar dan tujuan yang akan dicapai. Pengelompokan ditetapkan
berdasarkan nilai tertinggi atau siswa yang dianggap mampu menguasai materi
pembelajaran. Siswa ini membimbing rekannya yang lain sehingga terjadi komunikasi
multiarah.
Sebagai
hasil dari pembagian kelompok di atas yang perlu ditekankan adalah bagaimana
hasil atau perubahan dalam hal positif yang dialami oleh siswa, jangan sampai
siswa bersifat layaknya robot yang hanya mampu mengerjakan tugas dengan harapan
akan adanya nilai yang tinggi.
Pada
pelaksanaan pembagian kelompok yang ada pada kelas umunya siswa bersifat
demikian dan hanya ada dua tiga orang
siswa yang mengamati betul bagaimana sebenarnya rumusan hasil yang diharapkan
setelah menyelesaikan tugas belajar.
Dengan
demikian dirasa perlu adanya pemahaman bahwa kita perlu meningkatkan atau
mengefektifkan metode kerjasama agar dapat saling mengisi satu sama lain.
Perlu
ditambahkan pula bahwa dalam merumuskan tercapai tidaknya tujuan pembelajaran
dari setiap bidang studi ada tiga buah sifat yang dapat dijadikan pedoman,
yaitu:
1).
Berpusat pada perubahan tingkah laku siswa, maksudnya dalam merumuskan tujuan
harus berdasar pada tingkah laku siswa. Realitas dari pencapaian tujuan itu
akan berwujud tingkah laku, sehingga dapat diukur atau diamati
2).
Mengkhususkan dalam bentuk-bentuk yang terbatas, perlu diingat bahwa setiap
tingkah laku yang ditunjukkan untuk realisasi dari suatu tujuan akan terbatas
pada satu persoalan saja, bukan satu tingkah laku untuk satu tujuan tetapi
untuk berbagai persoalan. Jadi yang tepat satu tingkah laku, untuk satu tujuan
untuk menunjukkan pada satu persoalan.
3).
Realistis bagi kebutuhan perkembangan siswa, yang paling penting setiap tingkah
laku siswa yang merupakan realisasi tujuan itu akan membawa ke arah
perkembangan pelajaran ke depannya.
Alternatif
di atas penting untuk dijadikan acuan dalam merumuskan tujuan. Sebab kalau
tidak, guru akan menghadapi kesulitan dalam memberikan evaluasi, selain itu
perumusan tujuan di atas bukan karena kehendak guru atau karena kondisi
sesuatu, melainkan harus dipahami sebagai dasar motivasi, baik oleh guru maupun
siswa.
B. Gambaran Kerjasama Antara Siswa dalam
Sekolah
Kerjasama
siswa dalam suatu proses belajar mengajar tidak hanya mentok pada pelaksanaan
pembelajaran antar siswa sekelas saja, tapi juga akan menyangkut pada rentang
yang lebih luas dan dalam hal ini adalah kerjasama antara siswa dalam suatu
lingkungan sekolah, dengan tujuan melatih siswa untuk berbuat dan terlibat
dalam kehidupan yang nyata.
Pada
prinsipnya tidak ada belajar kalau tidak ada aktifitas, dengan berpikir dan
berbuat jelas bahwa dalam kegiatan belajar, siswa sebagai subjek harus aktif
berbuat dengan pendidikan sebagai bimbingan dan merencanakan segala perbuatan yang
akan diperbuat.
Aktivitas-aktivitas
di sekolah cukup kompleks dan bervariasi seperti halnya kegiatan
ekstrakurikuler yang dapat membantu dalam pengembangan sifat kepemimpinan,
kemandirian, kecakapan dan keterampilan.
1. Dalam hal kepemimpinan dan kemandirian
kegiatan ekstra yang mewakili adalah pramuka dan palang merah remaja.
Kenyataannya di sini siswa dituntut agar mampu mengkoordinasi segala kegiatan
yang akan dilaksanakan yang senantiasa merupakan proses untuk menemukan
kedirian secara utuh. Bentuk kerjasama akan terlihat pada saat siswa memimpin
suatu regu dengan kiat dan kewibawaan yang mampu menggerakkan temannya.
Misalnya dalam latihan mendirikan tenda yang tidak mungkin akan dilaksanakan
oleh satu orang saja. Selain itu keberhasilan akan nampak apabila diadakan
latihan yang intensif .
2. Dalam hal kecakapan, kegiatan ekstra pada
SMA Negeri 1 Liliriaja yang menunjang kecakapan yaitu: KIR, Drumband, Home
Industri, Karate, dan Teater. Pengembangan kecakapan semacam di atas didasarkan
pada pendidikan berbasis luas. Dan model kerjasama di sini bersifat umum tanpa
adanya pembagian kelompok semacam yang telah dijelaskan sebelumnya. Karena
sifatnya hanya semacam bimbingan, pembagian kelompoknya akan dibentuk apabila
tahap bimbingan sudah mantap dan selanjutnya berorientasi pada lomba atau
pengaplikasiannya secara langsung dalam masyarakat luas.
C. Gambaran Kerjasama antara Siswa dengan
Guru
Proses
kerja sama adalah interaksi sosial dimana yang akan banyak mendapat sasaran
adalah siswa dan guru tentang bagaimana cara untuk mewujudkan kegiatan untuk
mencapai tujuan bersama.
Guru dalam
hal ini harus dapat menciptakan suasana kerjasama antar siswa dengan suatu
harapan dapat melahirkan suatu pengalaman belajar yang lebih baik. Sebab jika
tidak hati-hati, justru akibat pergaulan dengan lingkungan dapat pula membawa
kegagalan dalam preoses belajar mengajar. Guru harus dapat membangkitkan
semangat kerjasama, sehingga dapat dikembangkan sebagai metode untuk
mengajarkan sesuatu, misalnya metode belajar kelompok. Selain itu bagaimana
menciptakan program yang dapat menyalurkan minat masing-masing. Untuk
menciptakan suasana yang akrab dan tanpa menghilangkan sikap kewibawaan seorang
guru sebaiknya, sikap keterbukaan, saling menerima, mengisi dan tetap
menghidupkan suasana dalam proses belajar perlu dijaga dengan baik karena
bagaimanapun pasti akan berpengaruh dalam pelaksanaan metode kerjasama.
Tidak
sedikit kesulitan yang dihadapi pada penjalinan kerjasama antar guru dan siswa
dan yang sangat menonjol adalah masalah karakter satu sama lain. Kalau demikian
didalam kegiatan belajar mengajar, setiap individu siswa memerlukan perlakuan
yang berbeda, sehingga strategi dan usaha pelaksanaannya pun akan bervariasi.
Memang sangat perlu diketahui adanya karakteristik siswa, minimal dapat
mendekati pemecahan dalam rangka memerhatikan dan mengembangkan individu siswa.
Adapun
karakteristik siswa yang dapat mempengaruhi kegiatan belajar siswa antara lain:
1. Latar belakang pengetahuan
dan taraf pengetahuan
2. Gaya belajar
3. Ruang lingkup minat
4. Lingkungan sosial ekonomi,
dan budaya
5. Sikap, prestasi belajar,
dan intelegensi.
Selanjutnya
guru, dari hasil pengamatan langsung guru yang memang pada hakikatnya merupakan
tenaga profesional dibidang kependidikan juga kadang mengalami kesulitan dalam
menciptakan suasana yang dinamis dan demokratis. Seorang guru harus pintar itu
sudah jelas, akan tetapi guru pintar di berbagai bidang belum tentu pintar
dalam cara penyaluran bahan ajaran yang disenangi oleh siswa. Sebaliknya
mungkin tingkat kepintaran seorang guru yang sedang justru mampu menciptakan
alur komunikasi dan kerjasama yang baik.
Dalam
hubungan ini salah satu cara untuk mengatasinya adalah melalui contact.
Sekali lagi perlu digaris bawahi bahwa kegiatan belajar mengajar dan komunikasi
tidak hanya berlangsung di dalam kelas secara formal, perlu diperhatikan bentuk
kegiatan belajar mengajar lainnya. Cara belajat tersebut dapat melalui contact,
sehingga mampu dikembangkan komunikasi dua arah. Guru dapat menanyai keadaan
siswa dan sebaliknya siswa dapat mengajukan berbagai macam persoalan dan
hambatan yang sedang dialaminya. Terjadilah proses interaksi dan komunikasi
yang humanistik.
D. Gambaran Model Kerjasama yang Dapat
Menunjang Pembelajaran
Model
kerjasama akan lebih tampak dari diri siswa pada saat pelaksanaan proses
belajar mengajar dibagi dalam bentuk kelompok yang tujuannya untuk melatih
siswa dalam jiwa kepemimpinan yang dimiliki, mampu memecahkan masalah secara
kritis dan kreatif dengan model pemikiran mereka sendiri.
Namun
sebelum melangkah lebih jauh dari guru juga harus mampu mengenal tingkat
kemampuan dan karakteristik pembawaan siswa sehingga pada saat proses belajar
mengajar berlangsung tidak akan ada siswa yang jenuh, setidaknya semua elemen
harus aktif dan turun tangan dalam memecahkan masalah
Adanya
unsur saling pengertian akan sangat mendukung. Siswa harus menyadari bahwa
seorang guru pada dasarnya akan mengarahkan peserta didiknya bukan justru
menyulitkan. Begitupun seorang guru harus menyadari bahwa proses belajar mengajar
nantinya akan melahirkan siswa yang kreatif dan mampu mengaplikasikan ilmu yang
telah didapat dalam menghadapi tantangan global.
Dalam
pelaksanaan metode diskusi yang berlangsung dengan aktif akan sangat tampak
karakter siswa yang telah mampu berpikir secara
kreatif dan menjalin kerjasama yang baik yaitu: 1) Selalu berani dalam
menghadapi tantangan baru dan bersedia menghadapi resiko kegagalan, selalu ada
rasa penasaran ingin mengetahui apa yang akan terjadi selanjutnya. 2)
Ekspresif, tidak takut menyatakan pemikiran dan perasaannya dan selalu mau
menjadi diri sendiri. 3) rasa humor yang tinggi dengan menggabungkan hal-hal
yang sedemikian rupa sehingga menjadi hal yang berbeda dan bermanfaat
menghasilkan kreativitas.
Sifat di
atas dapat ditumbuhkan dan diajarkan tetapi system pendidikan kita dewasa ini
sudah sangat disibukkan oleh anak putus sekolah dan kejenuhan guru sehingga
belum cukup perhatian dicurahkan untuk mengajar murid berpikir dan bertindak
lebih kreatif. Murid tidak dirangsang untuk mencari dan menghargai labih dari
satu jawaban terhadap masalah. Terlalu banyak penekanan pada jawaban yang benar
dan pemikiran yang aman.
Secara
alamiah siswa sebenarnya kreatif, dan tidak mengikuti adat, penuh humor dan
mudah bosan. Sistem pendidikan kita menganjurkan disiplin, kepatuhan, dan
pemberian jawaban yang sesuai dengan keinginan guru sehingga sifat-sifat
alamiah tersebut sering padam. System sekolah menginginkan keteraturan yang
begitu mengikat agar terhindar dari kegagalan namun justru hal yang begitu monoton
menekan daya kreasi siswa. Dan menimbulkan rasa takut akan kegagalan.
Bisa
dilihat dalam pelaksanaan model kerjasama siswa, apabila siswa telah menemukan
kreativitasnya mereka cenderung menjadi mandiri, percaya diri, berani mengambil
risiko, berenergi tinggi, antusias, spontan, suka berpetualang, cermat ingin
tahu, humoris.
Setidaknya
semua siswa terlahir dengan kemampuan mencipta. telah melalui bangku sekolah
atau program pendidikan yang melatih pola hubungan kerjasama sehingga mampu
menunjang pendidikan kecakapan hidupnya kelak dipergunakan dalam hubungan
interaksi dengan masyarakat luas selain itu mampu menjadi manusia yang hidup di
atas kaki sendiri dengan metode pemikiran yang kreatif dan handal.
B A B V
P E N U T U P
A. Kesimpulan
Model kerjasama antar siswa sekelas,
antar siswa dalam lingkungan sekolah, dan antara siswa dengan guru akan menjadi
teratur dan terorganisir apabila dua elemen penting yaitu guru dan siswa bisa
saling memahami satu sama lain sehingga semua bisa berjalan lancar dan proses
belajar mangajar bisa lebih kompleks selain itu output akan lebih berkualitas
dengan adanya metode kerjasama yang efektif.
Siswa kelas X.5 sebagai objek
pengamatan untuk mengamati kerjasama antarsiswa sekelas banyak mengembangkan
model kerjasama yang dituang dalam kelompok kompetensi, minat, dan kelompok
tugas.
Model
kerjasama yang sederhana akan membuka diri siswa pada kemungkinan mereka adalah
orang kreatif dan mempunyai potensi yang tidak mereka sadari. Namun dengan metode
kerjasama akan menunjang pengaplikasian kemampuan akademik di lingkungan luar
sekolah.
Model
kerjasama mendukung pembelajaran yang berorientasi life skill yang dapat memupuk kemampuan intelektual, akademik,
berpikir kreatif, kepemimpinan, sikap, dan psikomotorik.
B. Saran-saran
Dalam
pelaksanaan model kerjasama diharapkan agar guru dapat memperhatikan
individualitas siswa dan memberi pelayanan khusus sehingga tidak ada siswa yang
tertinggal dalam pembelajaran. Sebaliknya siswa harus menghormati dan memaklumi
karakter guru yang berbeda-beda dalam mengelola pembelajaran.
Dukungan
pemerintah, pihak sekolah, komite sekolah, dan guru sangat dibutuhkan untuk
mengoptimalkan model kerjasama siswa dalam mendukung pembelajaran yang
berorientasi KBK.
Daftar Pustaka
A.M.
Sardiman. 2005. Interaksi dan Motivasi
Belajar Mengajar. Jakarta: Raja Grafindo Persada.
Depdiknas.
2004. Sinergis antara Sekolah dan Mesyarakat. Jakarta: Direktorat
Pendidikan Menengah Umum.
Depdiknas.
2002. Konsep Dasar dan Pola Pelaksanaan Layanan Pendidikan Berbasis Luas
dengan Pembekalan Kecakapan Hidup di SMU. Jakarta:
Direktorat Pendidikan Menengah
Umum.
Furchan,
Arief. 2004. Pengantar Penelitian dalam Pendidikan. Yogyakarta: Pustaka
Pelajar.
Hamalik, Oemar. 2004. Proses Belajar Mengajar. Jakarta: Bumi Aksara.
Rosyada, Dede. 2004. Paradikma Pendidikan
Demokratis.Jakarta: Kencana
Silaen, Sofar. 2004. Pedoman
Penulisan Karya Ilmiah Remaja. Jakarta: PT. Tugu
Pratama.
Sofyan, Herminanto. 2004. Penelusuran Potensi Siswa. Jakarta: Depdiknas.
KUISIONER
1. Kelompok Kompetansi
Kelompok kompetensi yang dimaksudkan di sini yaitu guru membagi suatu
kelompok kerja yang biasanya terdidri dari 2-3 orang per kelompok, untuk
menyelesaikan tugas yang sifatnya hanya sementara, seperti dalam pembuatan
laporan. Keanggotaan dari kelompok tadi selalu selalu diganti dengan yang baru
dengan tujuan untuk menghilangkan kejenuhan siswa.
Apakah hal tersebut sering dilaksanakan oleh guru Anda atau tidak ?
…………………………………………………………………………………
2. Kelompok Minat
Pembagian kelompok ini didasarkan pada minat seorang siswa, dan biasanya
dilaksanakan diluar jam sekolah. Guru membagi kelompok ini biasanya untuk
mengevaluasi kerjasama anggota kelompok seperti dalam tugas membuat sebuah
naskah drama. Keberhasilan dari kelompok ini akan nampak dari kekompakan dan
kemampuan yang sesuai dengan minat siswa.
Apakah hal tersebut sering dilaksanakan oleh guru Anda atau tidak ?
………………………………………………………………………………….
3. Kelompok Tugas
Merupakan kelompok kerja kecil yang keanggotaannya juga tidak lebih dari
2-3 orang. Siswa mengerjakan tugas tertentu dalam jangka waktu terbatas, yang
tujuannya untuk melatih kepemimpinanan Siswa ini membimbing rekannya yang lain sehingga terjadi komunikasi
multiarah di dalam kelas.
Apakah hal tersebut sering
dilaksanakan oleh guru Anda atau tidak ?
.................................................................................................................................
1. Apakah Anda senang dengan
pembagian kelompok seperti di atas atau tidak?
................................................................................................................................
2. Bagaimana cara guru Anda
membagi kelompok semacam di atas ?
- Berdasarkan
urutan dalam buku absen
- Pola
urutan bilangan ganjil dan genap
- Urutan
tempat duduk
- Berdasarkan
pilihan siswa
3. Apakah perbedaan karakter
sering menjadi penghambat dalam pelaksanaan kerjasama Anda baik dengan teman
atau dengan guru Anda ?
..............................................................................................................................
4. Keuntungan apa saja yang
dapat Anda peroleh dari pelaksanaan metode kerjasama?
..............................................................................................................................
5. Apakah Anda senang dengan
pelaksanaan metode kerjasama dalam bentuk
diskusi atau tidak ? Jelaskan alasan Anda!
.................................................................................................................................
.................................................................................................................................
6. Kegiatan ekstra apa yang
Anda senangi, yang bersifat melatih kepemimpinan atau keterampilan? Jelaskan
alasan Anda !
.......................................................................................................................................................................................................................................................................
7. Karakter guru yang
bagaimana yang Anda senangi?
a. Pintar tapi tegang dalam penyaluran
materi
b. Tingkat kepintaran sedang tapi dalam
penyaluran materi suasana tetap
santai dan hidup.